Sokola Rimba : Antara Keyakinan, Pendidikan, Perjuangan dan Kepedulian



     Sokola Rimba adalah film yang menceritakan tentang perjuangan seorang perempuan bernama Butet yang mengajarkan membaca, menulis dan berhitung untuk anak-anak rimba di hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Film ini mengantarkan kita untuk mengenal bagaimana kehidupan orang-orang rimba dan melihat bagaimana sulitnya perjuangan seseorang untuk mengenalkan pendidikan kepada anak-anak di suku pedalaman. Seperti yang kita tahu bahwa mendapatkan pendidikan adalah hak setiap warga negara. Kemudahan mengakses pendidikan saat ini memang perjuangan yang cukup panjang. Namun di balik hutan rimba di sana, masih banyak anak-anak yang belum memperoleh pendidikan tersebut. 

     Perjuangan Butet untuk mengajar anak-anak rimba tentu tidak langsung berjalan mulus, karena ia sempat mengalami penolakan dari kelompok suku pedalaman. Kehati-hatian orang Rimba menerima sosok baru begitu terasa dalam film ini. Rasa tak nyaman yang tergambarkan dari orang-orang Rimba membuat kita di berikan satu fakta bahwa dunia luar memang suatu hal yang mengejutkan bagi mereka. Bagi orang Rimba pendidikan merupakan hal yang tabu dan melanggar adat yang akan mendatangkan bala, kutukan, bahkan kematian. Hal tersebut mau tidak mau membuat mereka enggan untuk menerima kemajuan ilmu pengetahuan karena ditakutkan mendapatkan malapetaka. 

  Perkenalan Butet dengan seorang anak bernama Bungo membawanya kepada satu cerita memilukan. Salah satu kelompok suku pedalaman harus hidup berpindah-pindah tempat karena masalah zonasi taman nasional dan perluasan lahan kelapa sawit. Belum lagi masalah orang-orang yang menebang pohon untuk keperluan bisnis, dengan berlandaskan sebuah gulungan kertas berisi surat perjanjian pengambilan kayu di wilayah adat mereka. Surat yang sesungguhnya tidak pernah mereka ketahui isinya lantaran mereka tidak bisa membaca. Transaksi tersebut hanya di tukar dengan beberapa kaleng biskuit, gula dan rokok. Sudah jelas bahwa ketidakmampuan mereka untuk membaca membuat para orang-orang jahat mengelabui mereka. 

    Film ini memperlihatkan kita pada realitas bahwa orang-orang yang mencitrakan bahwa mereka peduli pada orang-orang rimba perlu kita tanyakan kembali. Mereka memang peduli atau hanya ingin terlihat peduli. Prioritas menjaga luasan taman nasional agar tak tersentuh tangan manusia ternyata menghadirkan kesulitan lain untuk para orang-orang rimba. Mereka harus terus berpindah tempat, belum lagi mereka hanya bisa mengandalkan berburu yang memerlukan waktu berhari-hari hanya untuk memastikan perut mereka terisi. Mereka tidak lagi berladang karena membakar ladang melanggar hukum taman nasional. Mereka tidak lagi bebas untuk hidup bahkan di tanah mereka sendiri. 

    Setelah mengetahui fakta tersebut Butet tentu tidak tinggal diam, dia merasa bahwa pendidikan memang sangat di perlukan untuk orang-orang rimba. Pendidikan bisa melindungi mereka dari penindasan dunia luar. Namun dia tidak menyadari bahwa pendidikan yang dia perjuangkan seolah membawa Bungo pergi dari sukunya, dan tentu malapetaka itu datang. Kematian Tumenggung merupakan titik balik bagi Bungo dan kesadaran dari Butet bahwa Kutukan ilmu pengetahuan itu memang ada. Jujur bagi saya adegan ini adalah adegan yang begitu menyakitkan bagi saya yang menontonnya.

   Film ini membuat kita tahu bahwa nilai-nilai adat yang diyakini oleh para suku pedalaman merupakan hal penting. Bagi para suku pedalaman pendidikan merupakan hal yang tabu dan menghadirkan malapetaka adalah imbas dari tingkah laku manusia-manusia tanpa nurani. Mereka berpendidikan tetapi mereka menyalahgunakan hal tersebut untuk hal yang salah. Mereka takut bahwa hal tersebut akan merubah tingkah laku anak-anak mereka dan menjauh dari nilai-nilai adat mereka. Untuk itu jika kita ingin memajukan pendidikan di suku pedalaman memerlukan peran serta dan dukungan semua kalangan. Bangunlah kepedulian itu dengan penuh rasa tulus dan tanpa pamrih, kesampingkanlah segala bentuk kepentingan lainnya.

#UlasFilmKemdikbud

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai Hari Kesaktian Pancasila, Menjadi Pelajar Pancasila

Cerita Pendidikan

Perjalanan dalam Bentuk Imajinasi